Surabaya Sebagai Kota Pahlawan
Mengapa Surabaya disebut sebagai Kota Pahlawan ?
Kota Surabaya konon berasal dari cerita mitos pertempuran antara sura (ikan hiu) dan baya (buaya) dan akhirnya menjadi kota Surabaya. Surabaya sebagai kota terbesar kedua memiliki sejarah tersendiri bagi bangsa Indonesia. Kota ini mendapat julukan kota pahlawan. Dari puluhan dan ratusan kota di Indonesia, mengapa Kota Surabaya yang disebut sebagai kota Pahlawan ?
Predikat Kota Pahlawan dianugerahkan kepada Surabaya, untuk mengabadikan “Semangat Juang Arek-Arek Suroboyo”. Tidak hanya berawal dari peristiwa heroik sekitar 10 November 1945 saja, tetapi dikaitkan dengan sejarah terbentuknya ranah perkampungan Surabaya. Itupun berlanjut hingga masa perjuangan, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia itu sendiri. Artinya, semangat juang Arek Suroboyo itu sejak dari zaman Majapahit, saat kelahiran Surabaya, dipertahankan sepanjang masa. Semangat juang dan kepahlawanan itu melekat sebagai jatidiri Surabaya dari dulu, hingga kini dan sampai nanti.
Sebenarnya itulah hakekat yang diinginkan oleh Dwitunggal Proklamator Kemerdekaan Republik Indo-nesia, Soekarno-Hatta. Mereka berdua, sebagai saksi sejarah tentang semangat kepahlawanan Arek-arek Suroboyo (Putra-Putra Surabaya) dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di tahun 1945. Bung Karno juga terkesan dengan peristiwa perobekan bendera di Hotel Orange atau Hotel Yamato di Jalan Tunjungan yang dikenal dengan “insiden bendera” tanggal 19 September 1945. Apalagi sejak saat itu, kegiatan perlawanan masyarakat Surabaya terhadap penjajah dan kaum kolonial semakin hebat dan gigih, maka tak pelak lagi Bung Karno dan Bung Hatta, langsung datang ke Surabaya. Hingga terjadi puncak perjuangan Arek Suroboyo, tanggal 10 November 1945. Lima tahun kemudian, kesan Bung Karno terhadap Surabaya semakin mendalam. Ide pembangunan Tugu Pahlawan di Kota Surabaya, langsung mendapat perhatian Bung Karno. Untuk pertama kali di tahun 1950, Bung Karno menetapkan tanggal 10 November sebagai “Hari Pahlawan”. Sekaligus, Surabaya mendapat predikat “Kota Pahlawan”.
Julukan sebagai Kota Pahlawan, juga dikaitkan dengan sejarah Surabaya. Sewaktu tahun 1293, lebih 718 tahun atau tujuh abad yang silam, Raden Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit berjuang mengusir Tentara Tartar yang dipimpin Khu Bilai Khan, tidak lepas dari peranserta rakyat Surabaya yang waktu itu masih bernama Hujunggaluh atau Junggaluh. Nah, karena semangat kepahlawanan sudah menjadi ciri Kota Surabaya, perlu dilakukan koreksi total, sehingga julukan Kota Pahlawan bagi Surabaya tidak ditelan oleh kehidupan masyarakat modern. Peninggalan sejarah tentang kepahlawanan Arek Suroboyo ini patut dilestarikan.
Untuk itulah, layak pula Kota Surabaya dijadikan “kamus kepahlawanan”. Dengan berjuluk Kota Pahlawan, maka dunia dapat merujuk arti dan makna kepahlawanan dari Surabaya secara utuh. Misalnya, jika kita ingin mengetahui siapa-siapa saja Pahlawan Nasional, bahkan “pahlawan dunia”, maupun pahlawan lokal dan orang-orang yang berjasa, serta tokoh terkenal, maka nama itu ada dan diabadikan di Surabaya.
Tugu Pahlawan menjadi simbol kemenangan Indonesia atas perlawanan Belanda oleh arek arek Suroboyo. Momumen ini terletak di tengah-tengah kota Surabaya, dibangun disebuah tempat bekas reruntuhan gedung yang hancur dalam pertempuran di kota ini pada tanggal 10 Nopember 1945. Tempat ini juga terkenal dimana para pejuang menurunkan bendera Belanda yang mengakibatkan pemimpin Belanda yang bernama Jenderal Mallaby tewas. Tugu yang berbentuk seperti paku terbalik ini memiliki diameter bawah tugu lebih besar dari diameter atasnya. Tugu ini memiliki tinggi 41,15 meter atau 45 yard dan diameter 3,1 meter, yang semakin ke atas, diameter semakin kecil. Selain Tugu Pahlawan, di area ini terdapat patung mantan Presiden Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Mohammad Hatta ketika sedang membaca proklamasi kemerdekaan.
Patung ini berada diantara pilar-pilar tinggi yang menyerupai reruntuhan suatu bangunan dan terdapat beberapa patung pahlawan lainnya ada di area ini. Monumen berbentuk tugu ini mempunyai beberapa filosofi dalam konstruksi bangunannya antara lain 10 lengkungan (canalurus) pada badannya yang melambangkan tanggal 10. Sedang 11 bagian (gelindingen) di atasnya mengandung pengertian bulan ke 11 atau bulan November. Tinggi yang 45 yard itu dengan sendirinya menyatakan tahun 1945 sebagai tahun terjadinya pertempuran di Surabaya. Keistimewaan Tugu Pahlawan ini adalah bahwa di bagian dalamnya terdapat tangga yang melilit dindingnya untuk naik sampai puncaknya.
Kota Surabaya konon berasal dari cerita mitos pertempuran antara sura (ikan hiu) dan baya (buaya) dan akhirnya menjadi kota Surabaya. Surabaya sebagai kota terbesar kedua memiliki sejarah tersendiri bagi bangsa Indonesia. Kota ini mendapat julukan kota pahlawan. Dari puluhan dan ratusan kota di Indonesia, mengapa Kota Surabaya yang disebut sebagai kota Pahlawan ?
Predikat Kota Pahlawan dianugerahkan kepada Surabaya, untuk mengabadikan “Semangat Juang Arek-Arek Suroboyo”. Tidak hanya berawal dari peristiwa heroik sekitar 10 November 1945 saja, tetapi dikaitkan dengan sejarah terbentuknya ranah perkampungan Surabaya. Itupun berlanjut hingga masa perjuangan, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia itu sendiri. Artinya, semangat juang Arek Suroboyo itu sejak dari zaman Majapahit, saat kelahiran Surabaya, dipertahankan sepanjang masa. Semangat juang dan kepahlawanan itu melekat sebagai jatidiri Surabaya dari dulu, hingga kini dan sampai nanti.
Sebenarnya itulah hakekat yang diinginkan oleh Dwitunggal Proklamator Kemerdekaan Republik Indo-nesia, Soekarno-Hatta. Mereka berdua, sebagai saksi sejarah tentang semangat kepahlawanan Arek-arek Suroboyo (Putra-Putra Surabaya) dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di tahun 1945. Bung Karno juga terkesan dengan peristiwa perobekan bendera di Hotel Orange atau Hotel Yamato di Jalan Tunjungan yang dikenal dengan “insiden bendera” tanggal 19 September 1945. Apalagi sejak saat itu, kegiatan perlawanan masyarakat Surabaya terhadap penjajah dan kaum kolonial semakin hebat dan gigih, maka tak pelak lagi Bung Karno dan Bung Hatta, langsung datang ke Surabaya. Hingga terjadi puncak perjuangan Arek Suroboyo, tanggal 10 November 1945. Lima tahun kemudian, kesan Bung Karno terhadap Surabaya semakin mendalam. Ide pembangunan Tugu Pahlawan di Kota Surabaya, langsung mendapat perhatian Bung Karno. Untuk pertama kali di tahun 1950, Bung Karno menetapkan tanggal 10 November sebagai “Hari Pahlawan”. Sekaligus, Surabaya mendapat predikat “Kota Pahlawan”.
Julukan sebagai Kota Pahlawan, juga dikaitkan dengan sejarah Surabaya. Sewaktu tahun 1293, lebih 718 tahun atau tujuh abad yang silam, Raden Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit berjuang mengusir Tentara Tartar yang dipimpin Khu Bilai Khan, tidak lepas dari peranserta rakyat Surabaya yang waktu itu masih bernama Hujunggaluh atau Junggaluh. Nah, karena semangat kepahlawanan sudah menjadi ciri Kota Surabaya, perlu dilakukan koreksi total, sehingga julukan Kota Pahlawan bagi Surabaya tidak ditelan oleh kehidupan masyarakat modern. Peninggalan sejarah tentang kepahlawanan Arek Suroboyo ini patut dilestarikan.
Untuk itulah, layak pula Kota Surabaya dijadikan “kamus kepahlawanan”. Dengan berjuluk Kota Pahlawan, maka dunia dapat merujuk arti dan makna kepahlawanan dari Surabaya secara utuh. Misalnya, jika kita ingin mengetahui siapa-siapa saja Pahlawan Nasional, bahkan “pahlawan dunia”, maupun pahlawan lokal dan orang-orang yang berjasa, serta tokoh terkenal, maka nama itu ada dan diabadikan di Surabaya.
Tugu Pahlawan menjadi simbol kemenangan Indonesia atas perlawanan Belanda oleh arek arek Suroboyo. Momumen ini terletak di tengah-tengah kota Surabaya, dibangun disebuah tempat bekas reruntuhan gedung yang hancur dalam pertempuran di kota ini pada tanggal 10 Nopember 1945. Tempat ini juga terkenal dimana para pejuang menurunkan bendera Belanda yang mengakibatkan pemimpin Belanda yang bernama Jenderal Mallaby tewas. Tugu yang berbentuk seperti paku terbalik ini memiliki diameter bawah tugu lebih besar dari diameter atasnya. Tugu ini memiliki tinggi 41,15 meter atau 45 yard dan diameter 3,1 meter, yang semakin ke atas, diameter semakin kecil. Selain Tugu Pahlawan, di area ini terdapat patung mantan Presiden Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Mohammad Hatta ketika sedang membaca proklamasi kemerdekaan.
Patung ini berada diantara pilar-pilar tinggi yang menyerupai reruntuhan suatu bangunan dan terdapat beberapa patung pahlawan lainnya ada di area ini. Monumen berbentuk tugu ini mempunyai beberapa filosofi dalam konstruksi bangunannya antara lain 10 lengkungan (canalurus) pada badannya yang melambangkan tanggal 10. Sedang 11 bagian (gelindingen) di atasnya mengandung pengertian bulan ke 11 atau bulan November. Tinggi yang 45 yard itu dengan sendirinya menyatakan tahun 1945 sebagai tahun terjadinya pertempuran di Surabaya. Keistimewaan Tugu Pahlawan ini adalah bahwa di bagian dalamnya terdapat tangga yang melilit dindingnya untuk naik sampai puncaknya.
Post a Comment for "Surabaya Sebagai Kota Pahlawan"